Friday, August 8, 2014

Iman, Rasio, dan Kebenaran




Apakah orang beriman berpikir atau tidak? Apakah orang yang berpikir tidak dapat beragama? Apakah kaitannya pikiran dengan iman?
           
            Manusia menjadi manusia karena mempunyai 3 unsur penting yang tidak dimiliki makhluk hidup lain: Rasio, Hukum, dan moral. Manusia satu-satunya makhluk yang dapat mengenal kebenaran, yaitu melalui rasio. Manusia juga dapat menjadi manusia karena ia dapat menjalankan keadilan, yaitu melalui sifat hukum. Dan manusia juga menjadi satu-satunya makhluk yang berbeda karena berkewajiban moral untuk mencapai kesucian. Tanpa ketiga hal ini, maka manusia tidak akan berbeda dari semua jenis binatang.
            Sebelum menciptakan manusia, Allah telah menciptakan makhluk hidup lain, tetapi terakhir manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah itu sendiri; gambar dan rupaNya. Tetapi bukan sesuai dengan imajinasi kita, sebab ada tertulis dalam Yohanes 4:24; Allah itu roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran. Pengertian tentang Allah harus dimengerti secara rohani bukan dengan konsep manusia kita yang bertubuh ini.

Rasio
Untuk lebih mengerti pikiran manusia, manusia perlu mengenal dirinya sendiri dan kaitan antara diri dan rasionya. Banyak teori yang mengemukakan tentang siapa sebenarnya manusia itu dari teori evolusi, teori Aristoteles, teori Mencius, tori Protagoras, filsafat India, filsafat Tiongkok kuno, teori Stoiksisme. Tetapi didalam Alkitab kita melihat konsep yang berbeda; Allah sendirilah yang menjadi peta dan teladan yang benar, suci, dan adil, dan manusia diciptakan menurut peta teladan Allah tersebut, sehingga manusia bisa kembali pada kebenaran, keadilan, dan kesucian tersebut.
            Rasio dan iman dapat berjalan sejajar, harus saling mengisi. Jangan sampai beriman tapi tidak memiliki pengetahuan akan iman tersebut, karena kita harus memberikan alasan juga kepada manusia mengapa beriman kepada Tuhan bukan hanya sekedar beriman saja tapi tidak ada pengertiannya. Jangan pula tahu banyak tentang segala sesuatu tetapi tidak beriman. Tetapi iman harus mendahului dan menjadi fondasi dari rasio kita. Dengan iman kita berdiri di hadapan Tuhan, dengan rasio kita dapat membagi-bagikan iman yang murni kepada orang-orang sesama kita.
            Rasio digunakan untuk dapat mengerti kebenaran. Pada waktu kita belum mengerti kebenaran, kebenaran itu sudah ada dan adalah kebenaran, rasio itu masih kosong. Tetapi setelah mengerti kebenaran maka kebenaran itu akan menguasai rasio, sehingga rasio itu menjadi rasio yang berkebenaran. Dari konsep tersebut kita mengerti bahwa rasionya yang dalam proses, mengalami perubahan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Maka rasio itu tidak boleh dimutlakkan. Rasio menjadi objek, dan subjeknya adalah kebenaran itu sendiri yang adalah Allah. Kebenaran bersumber dari Allah, sehingga kebenaran lebih besar daripada rasio yang ada didalam hidup. Rasio itu terbatas, dicipta, dan tercemar oleh dosa. Kebenaran itu adalah kekal adanya. Iman adalah penaklukan rasio kebawah kebenaran. Iman yang kembali kepada kebenaran itu menikmati semakin hari semakin dalam didalam Tuhan, tidak henti-hentinya belajar dan taat.

“Crede ut inteligas, credo ut intelligam.”  Aku percaya, maka aku mengerti; dan agar aku bisa mengerti, aku harus menetapkan aku percaya. Dalam tulisan Agustinus dikatakan : karena aku percaya maka aku mengerti, dan karena aku mengerti, maka aku dapat semakin percaya lagi. Maka iman menghasilkan pengertian, dan pengertian mengokohkan iman.  Dengan dasar iman, Tuhan menambahkan pengertian kepada orang beriman, dan dengan pengertian itu imannya semakin bertambah. Prinsip ini sesuai dengan yang tertulis dalam Roma 1:16-17; dari iman kepada iman.

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.  Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak kita lihat.  (Ibrani 11:1-3)


Kebenaran
            Pada waktu manusia belum mengerti kebenaran yang sejati (Allah), manusia selalu menganggap dirinyalah yang adalah kebenaran itu, akibatnya semakin lama ia hidup didunia ini, semakin kokoh pula ia menganggap dirinya benar.
            Suatu pertanyaan yang sangat penting. Mengapa tidak ada seorang tokoh agamapun atau tokoh filsafat di sepanjang sejarah, selain Kristus yang boleh mengatakan “Akulah kebenaran”. (Yohanes 14: 6) Hanya ada 2 kemungkinan. (1) Kristus adalah sungguh-sungguh kebenaran atau (2) Kristus adalah pembohong. Jika memang Kristus adlaah pembohong, silahkan buktikan?! Dan jika Ia memang adalah kebenaran itu, maka semua wajib tunduk kepadaNya. Andaikata Dia tidak benar, maka pasti ada kesenjangan besar dalam hidupNya, tetapi pada kenyataanNya, kedatangan Kristus memang betul adanya sesuai dengan nubuatan nabi-nabi pada perjanjian lama, banyak orang yang sudah ditentukan sejak semula percaya kepadaNya dan menjadi pengikutNya, dan juga banyak rasul dan pengikut-pengikutNya yang sampai akhirnya betul-betul mengabdikan hidupnya untuk Kristus karena mereka tau bahwa keselamatan hanya ada didalam Yesus Kristus. “Jika Yesus bukan Allah, maka siapakah Dia?” CS LEWIS.
            Allah jauh melampaui pikiran kita. Terlalu sulit untuk menangkap Kristus agar kita dapat mengerti Dia di jaman kita. Bagaimanapun usaha manusia untuk membuat suatu kotak, menurunkan Kristus, memasukkan Dia ke kotak tersebut dan berusaha menyeledikinya, Ia pasti lepas, tidak mungkin dapat terkurung. Kristus jauh lebih besar dari kemungkinan rasio kita memikirkannya.




No comments:

Post a Comment