Apakah orang beriman berpikir atau tidak? Apakah orang yang berpikir
tidak dapat beragama? Apakah kaitannya pikiran dengan iman?
Manusia
menjadi manusia karena mempunyai 3 unsur penting yang tidak dimiliki makhluk
hidup lain: Rasio, Hukum, dan moral.
Manusia satu-satunya makhluk yang dapat mengenal kebenaran, yaitu melalui
rasio. Manusia juga dapat menjadi manusia karena ia dapat menjalankan keadilan,
yaitu melalui sifat hukum. Dan manusia juga menjadi satu-satunya makhluk yang
berbeda karena berkewajiban moral untuk mencapai kesucian. Tanpa ketiga hal
ini, maka manusia tidak akan berbeda dari semua jenis binatang.
Sebelum
menciptakan manusia, Allah telah menciptakan makhluk hidup lain, tetapi terakhir
manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah itu sendiri; gambar dan
rupaNya. Tetapi bukan sesuai dengan imajinasi kita, sebab ada tertulis dalam
Yohanes 4:24; Allah itu roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya
dalam roh dan kebenaran. Pengertian tentang Allah harus dimengerti secara
rohani bukan dengan konsep manusia kita yang bertubuh ini.
Rasio
Untuk lebih mengerti pikiran manusia,
manusia perlu mengenal dirinya sendiri dan kaitan antara diri dan rasionya.
Banyak teori yang mengemukakan tentang siapa sebenarnya manusia itu dari teori
evolusi, teori Aristoteles, teori Mencius, tori Protagoras, filsafat India,
filsafat Tiongkok kuno, teori Stoiksisme. Tetapi didalam Alkitab kita melihat
konsep yang berbeda; Allah sendirilah yang menjadi peta dan teladan yang benar,
suci, dan adil, dan manusia diciptakan menurut peta teladan Allah tersebut,
sehingga manusia bisa kembali pada kebenaran, keadilan, dan kesucian tersebut.
Rasio dan
iman dapat berjalan sejajar, harus saling mengisi. Jangan sampai beriman tapi
tidak memiliki pengetahuan akan iman tersebut, karena kita harus memberikan alasan
juga kepada manusia mengapa beriman kepada Tuhan bukan hanya sekedar beriman
saja tapi tidak ada pengertiannya. Jangan pula tahu banyak tentang segala
sesuatu tetapi tidak beriman. Tetapi iman harus mendahului dan menjadi fondasi
dari rasio kita. Dengan iman kita berdiri di hadapan Tuhan, dengan rasio kita
dapat membagi-bagikan iman yang murni kepada orang-orang sesama kita.
Rasio
digunakan untuk dapat mengerti kebenaran. Pada waktu kita belum mengerti
kebenaran, kebenaran itu sudah ada dan adalah kebenaran, rasio itu masih
kosong. Tetapi setelah mengerti kebenaran maka kebenaran itu akan menguasai
rasio, sehingga rasio itu menjadi rasio yang berkebenaran. Dari konsep tersebut
kita mengerti bahwa rasionya yang dalam proses, mengalami perubahan dari tidak
mengerti menjadi mengerti. Maka rasio itu tidak boleh dimutlakkan. Rasio menjadi
objek, dan subjeknya adalah kebenaran itu sendiri yang adalah Allah. Kebenaran
bersumber dari Allah, sehingga kebenaran lebih besar daripada rasio yang ada
didalam hidup. Rasio itu terbatas, dicipta, dan tercemar oleh dosa. Kebenaran
itu adalah kekal adanya. Iman adalah penaklukan rasio kebawah kebenaran. Iman
yang kembali kepada kebenaran itu menikmati semakin hari semakin dalam didalam
Tuhan, tidak henti-hentinya belajar dan taat.
“Crede ut inteligas, credo ut intelligam.” Aku percaya, maka aku mengerti; dan agar aku
bisa mengerti, aku harus menetapkan aku percaya. Dalam tulisan Agustinus
dikatakan : karena aku percaya maka aku mengerti, dan karena aku mengerti, maka
aku dapat semakin percaya lagi. Maka iman menghasilkan pengertian, dan
pengertian mengokohkan iman. Dengan
dasar iman, Tuhan menambahkan pengertian kepada orang beriman, dan dengan
pengertian itu imannya semakin bertambah. Prinsip ini sesuai dengan yang
tertulis dalam Roma 1:16-17; dari iman kepada iman.
Iman adalah
dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang
tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah
telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti,
bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita
lihat telah terjadi dari apa yang tidak kita lihat. (Ibrani 11:1-3)
Kebenaran
Pada waktu
manusia belum mengerti kebenaran yang sejati (Allah), manusia selalu menganggap
dirinyalah yang adalah kebenaran itu, akibatnya semakin lama ia hidup didunia
ini, semakin kokoh pula ia menganggap dirinya benar.
Suatu pertanyaan yang sangat penting.
Mengapa tidak ada seorang tokoh agamapun atau tokoh filsafat di sepanjang
sejarah, selain Kristus yang boleh mengatakan “Akulah kebenaran”. (Yohanes 14: 6) Hanya ada 2 kemungkinan. (1)
Kristus adalah sungguh-sungguh kebenaran atau (2) Kristus adalah pembohong.
Jika memang Kristus adlaah pembohong, silahkan buktikan?! Dan jika Ia memang
adalah kebenaran itu, maka semua wajib tunduk kepadaNya. Andaikata Dia tidak
benar, maka pasti ada kesenjangan besar dalam hidupNya, tetapi pada
kenyataanNya, kedatangan Kristus memang betul adanya sesuai dengan nubuatan
nabi-nabi pada perjanjian lama, banyak orang yang sudah ditentukan sejak semula
percaya kepadaNya dan menjadi pengikutNya, dan juga banyak rasul dan
pengikut-pengikutNya yang sampai akhirnya betul-betul mengabdikan hidupnya
untuk Kristus karena mereka tau bahwa keselamatan hanya ada didalam Yesus
Kristus. “Jika Yesus bukan Allah, maka
siapakah Dia?” CS LEWIS.
Allah jauh
melampaui pikiran kita. Terlalu sulit untuk menangkap Kristus agar kita dapat
mengerti Dia di jaman kita. Bagaimanapun usaha manusia untuk membuat suatu
kotak, menurunkan Kristus, memasukkan Dia ke kotak tersebut dan berusaha
menyeledikinya, Ia pasti lepas, tidak mungkin dapat terkurung. Kristus jauh
lebih besar dari kemungkinan rasio kita memikirkannya.
No comments:
Post a Comment